Lebih dari sepuluh tahun mereka menikah tak kunjung juga di beri keturunan. Selama ini mereka selalu sabar dan tetap menunggu sampai akhirnya hari itu tiba, yaitu dikaruniai keterunan. Makin hari sang suami makin hilang kesabaran, sampai akhirnya dia memutuskan untuk menggugat cerai sang istri karena berharap dapat menikahi wanita lain dan memperoleh keturunan dari istri barunya. Tak kuasa sedihnya sang istri mendengar keputusan suami yang amat dicintainya itu. Tentu sang istri menolak, namun lama kelamaan sang istri kalah juga dan bersedia untuk bercerai.
Kesepakatan suami istri itu akhirnya disampaikan kepada orang tua masing-masing. Dan sebagai orang tua yang baik tentu tidak ingin melihat anaknya gagal dalam pernikahan, untuk itu masing-masing orang tua menolak. Karena keputusan sang suami sudah bulat, orang tua masing-masingpun merelakan kegagalan pernikahan anak mereka. Akhirnya mereka setuju.
Namun mereka meminta syarat sebelum perceraian itu benar-benar terjadi. Yaitu untuk mengadakan peseta yang sama megah dan mewahnya seperti pesta pernikahan yang dulu mereka buat. Pestanya memang sama mewah dan megah. Tapi tak sedikitpun kebahagian terpancar dari sipemilik acara. Sang suami bermabuk-mabukan sedangkan sang istri hanya bisa menangis. Disela mabuknya sang suami mengatakan “wahai istri ku, ambillah benda apapun yang menurut kamu paling mewah dan termahal yang ada di rumah. Pasti akan aku berikan, semua yang ada di sini yang menjadi saksinya.”
Terlalu mabuk sang suami hingga akhirnya tak sadarkan diri. Setelah bangun dari tidurnya dia bingung dan berkata, “sepertinya ini bukan kamar kita istri ku?” Kemudian sang istri menjawab “ini kamar ku, ini di rumah orang tua ku. Bukankah engkau yang mengatakan aku boleh membawa benda apapun yang paling berharga? Dan engkaulah yang menurut ku paling berharga, oleh sebab itu negkau aku bawa pulang.” Betapa terharu sang suami karena dia hampir saja melepaskan istri yang paling mencintainya. Padahal dia memaksa untuk berpisah dan tak menganggap istrinya sebagai orang yang berharga lagi. Namun sang istri tetap mencintai suaminya dengan tulus. Dan sejak kejadian itu dia berjanji akan menerima bagaimanapun kondisi dan keadaan sang istri. Akhirnya mereka pun hidup bahagia berdampingan dengan pengertian yang menjadi landasannya.